Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tepo Sliro A.k.a Toleransi 😉



Ada cerita unik antara saya dan teman saya. Hema Namanya. Ia seorang Hindu yang taat. Kami dulu dalam satu rumah kost dan memiliki 2 ritual agama yang berbeda. Saya Islam dengan ibadah yang menghadap barat (ka'bah). Dan ia Hindu menghadap ke Timur.

Satu yang unik diantara kami, ia memulai aktivitas pagi hari juga dengan ibadah. Ia memulai pada pagi hari jam 6. Sedangkan saya jam 4.30 an karena rata² waktu shubuh adalah jam segitu bukan ?.  Saya jam 6 pagi sudah mandi rapi, sarapan menunggu dia. Lalu setelah ia selesai ibadah kita sarapan bareng. Setelahnya gantian saya yang masuk ke ruangan tempat ibadah itu.

Wangi khas "dupa" menyelimuti ruangan kamar kami. 2x1.5 meter itu. Bagi saya ini hal yang biasa. Karena saya lahir pada masyarakat kultural yang sangat plural. Menurut saya. Rumah saya di lereng Gunung Kawi, Blitar. Di daerah saya khususnya RT saya ada 3 macam agama dan 4 tempat ibadah utama. Lo kok 4 ? Iya. Karena disini ada Islam dengan Masjid utama, Hindu dengan Pura nya, dan kristen dengan 2 aliran yang berbeda. Unik. Berbeda. Namun kita tetap rukun, tak pernah cek cok sekalipun masalah agama ini.

Hari rayapun dirayakan juga dengan 3 kali. Wabil khusus hari Iedul Fitri adalah yang terbesar dan 3 agama ini ikut merayakan nya. Hindu dengan galunggung dan Nyepi nya. Islam dengan idul fitri dan Idul adha. Kristen dengan Natal dan tahun baru.



Ilustrasi rumah saya adalah sebagai berikut, rumah saya berdiri di tengah sawah dengan satu jalan di depan rumah saja. Utara saya 1 petak sawah kemudian ada tetangga yang beragama Kristen. Dibelakang tetangga saya ini ada rumah lagi beragama hindu. Dan dirumah saya Islam. Tidak sampai radius 50 meter sudah ditemukan 3 agama yang berbeda. Keren bukan? .

Lantas, kalau hari ini ada yang menyerukan pluralisme. Gotong royong antar agama. Telat bro ! Sejak sebelum aku ada, di tempatku sudah berlangsung gotong royong. Bangun rumah bantu membantu tanpa upah, bangun jembatan bantu membantu tanpa upah pula. Ada yang menikah juga saling bantu tanpa upah.

Relaks, kayaknya kita telah di propaganda untuk saling mencaci, memaki ya. Salah siapa? Salah kita semua. Kenapa kita mau digitukan.



Tapi dari keunikan itu, belakangan muncul kotak mengkotakan di kalangan kaum santri sendiri. Masjid yang semula adem ayem, kedatangan salah satu jamaah yang berafiliasi dengan kelompok tabligh untuk mensyiarkan islam dengan lebih luas di kalangan kaum islam non santri.

Dampak baik dan buruk ada disini, baiknya masjid menjadi lebih ramai dan tetap ada orangnya di waktu - waktu yang biasanya sepi. Seperti antara Ashar dan magrib. Magrib dan Isya. Gerakan Tabligh ini sangat mempunyai dampak baik. Setidaknya menurut pandangan saya.

Namun, ada dampak buruk. Kalangan santri yang menilai mereka terlalu kaku dan keras juga ada. Tak heran satu dua orang ada yang tidak menyukainya. Shaf harus rapat dan lurus, tidak boleh ada anak -anak yang bermain - main. Di pelataran dan sebagainya.

Disini banyak problem juga banyak manfaat, belakangan ini malah ada kejadian yang sangat tidak sehat. Khususunya Pandemi Virus Covid 19 ini. Beberapa kalangan tidak percaya dan cenderung mengabaikan perintah memakai masker dan menjaga jarak.

Namun, belakangan karena wabah ini sudah mulai merambah ke pedesaan. Banyak yang sakit, dan bahkan meninggal. Lebih banyak orang yang aware dengan keadaan ini. Tak heran, sekarang lebih banyak orang yang patuh protokol kesehatan. Lebih peduli kesehatan dibanding sebelumnya.

Alhamdulillah, bersyukur. Tapi kenapa mesti menunggu korban? . Himbauan sudah terdengar dari jauh hari, bahaya sudah mengintai setiap hari, satu detik satu waktu bisa saja terjadi. Kenapa masih abai? Rasanya tak etis bila terlalu menghardik orang tua yang belum paham.

Justru tugas kita, kawula muda untuk memberi edukasi terbaik bagi mereka. Layaknya, kaum muda intelektual saat kemerdekaan. Menarasikan bahwa Indonesia itu satu, Bangsa yang besar, hebat dan kuat. Akhirnya dengan bangga 17 Agustus 1945 jadi hari lahir bangsa Indonesia.

Kawula muda, jangan tanyakan apa yang bangsamu berikan kepadamu. Tapi balik tanyakan, apa yang kamu berikan pada bangsamu dari generasimu ?

Kata - kata ini melekat pada jiwa, semoga aku, kamu dan kita semua. To becoming the new mind untuk Indonesia yang lebih baik 🥰

Posting Komentar untuk "Tepo Sliro A.k.a Toleransi 😉"